Jumat, 27 Agustus 2010

Sedikit Ringkasan tentang Singapura-Malaysia Terkait Livable City

Sebuah kota yang baik haruslah memberikan kenyamanan bagi penduduk yang tinggal di dalamnya. Konsep kota yang nyaman untuk ditinggali ini dikenal dengan konsep livable city. Livable city merupakan sebuah istilah yang menggambarkan sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktivitas yang dilihat dari berbagai aspek baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll). Konsep livable city juga dibutuhkan dalam fenomena global warming yang sekarang dihadapi oleh seluruh penduduk di belahan dunia karena fenomena naiknya suhu rata-rata global tersebut otomatis berdampak pada degradasi tingkat kenyamanan pada kota.

Studi banding yang dilakukan dalam rangka Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ini memilih Singapura dan Malaysia sebagai Negara yang dijadikan best practice untuk livable cities. Kemajuan teknologi dan infrastruktur yang dimiliki dua kota tersebut menjadi nilai lebih yang perlu ditinjau dan dirasakan langsung untuk mengetahui benar konsep nyaman di kedua negara tersebut yang memiliki kemiripan kultur dan teritori dengan Indonesia.

Singapura merupakan sebuah negara kepulauan yang berada di bagian ujung selatan Semenanjung Malaya. Perkembangan dalam pembangunan di segala aspek dalam kurun waktu beberapa dekade ini telah mengubah Negara Singapura menjadi salah satu negara yang memiliki perekonomian dan perdagangan yang terbaik di dunia. Sementara Malaysia adalah negara multi-etnis dan multi-agama di Asia Tenggara dan termasuk sebagai negara berkembang yang memiliki kondisi perekonomian cukup baik.

Best Practise yang diambil dari kedua Negara tersebut ditunjukkan adanya konsep livable city yang telah diterapkan di beberapa tempat yang telah dikunjungi di Singapura yaitu Changi Point (Ubin), Harbour Front/Vivo City, Sentosa Island, Hotel 81 Dickson, Esplanade, Merlion Park, Orchad Road, Bugis Street, Mustofa (Little India), URA (Urban Redevelopment Authority), PUB, China Town, Clarke Quay, dan Kampong Glam serta tempat tempat yang dikunjungi di Malaysia yaitu Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Twin Tower-Suria KLCC, Hotel Nova, Bukit Bintang, Putrajaya, Istana Kerajaan, Monumen Nasional, dan Dataran Merdeka. Dari tempat-tempat tersebut bisa diambil best practise penerapan konsep livable cities antara lain bahwa kedua negara tersebut sangat memfasilitasi para kaum difable untuk bisa beraktivitas dimanapun dilihat dari prasarana jalannya yang menyediakan jalur khusus bagi kaum difable. Sarana transportasi seperti MRT dan bis yang saling terintegrasipun sangat mendukung aktivitas masyarakatnya sehingga mereka tidak enggan untuk memakai sarana transportasi publik. Selain tersedianya berbagai kebutuhan dasar masyarakat perkotaan dan sarana prasarana kota yang lengkap, keberadaan ruang terbuka juga sangat mendukung aktivitas warganya untuk saling bersosialisasi dan berinteraksi. Penataan kotanya juga sangat memperhitungkan letak tata hijaunya dan dimanfaatkan dengan sebaik mungkin sebagai sarana rekreasi sehingga memberi kenyamanan bagi warga kotanya maupun bagi wisatawan yang berkunjung.

Jika dibandingkan dengan kota-kota di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang, secara umum masih terbilang kalah jauh dibandingkan dengan penerapan konsep livable cities di Singapura dan Malaysia ditinjau dari penyediaan kebutuhan dasar masyarakat perkotaan, fasilitas umum dan fasilitas sosial, ruang publik untuk bersosialisasi, tercapainya fungsi ekonomi dan sosial, kualitas penataan kota, perlindungan bangunan bersejarah, kondisi Transportasi yang baik dan aksesibel, kualitas kebersihan lingkungan, ketersediaan fasilitas rekreasi, serta ketersediaan informasi dan aksesibilitas bagi kaum difabel. Dari beberapa aspek yang telah dipelajari tersebut dapat diketahui bahwa masih perlu peningkatan dan pengoptimalan penyediaan sarana prasarana perkotaan termasuk peningkatan pelayanan transportasi publik, pengaturan RTH dan pemanfaatan kawasan sesuai fungsinya. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mendukung keberlanjutan sebuah kota dalam tindakan solving global warming dan keberhasilan penerapan konsep livable city di Indonesia.

Dengan adanya best practice untuk livable cities di Singapura dan Malaysia, maka maka layaklah bila Indonesia khususnya Kota Semarang untuk berkaca tentang penerapan konsep livable city pada dua negara tersebut. Terwujudnya Indonesia khususnya Kota Jakarta dan Semarang yang memberikan kenyamanan bagi penduduk kotanya tidak lepas dari kerjasama semua pihak dan stakeholders terkait perencanaan kota untuk mendukung keberlajutan kota.

Pemerintah
Perlunya perhatian lebih lanjut dari pemerintah tentang penyediaan sarana prasarana perkotaan yang memberikan kenyamanan bai masyarakat penggunanya. Selain itu perlu juga peningkatan penyediaan kebutuhan dasar masyarakat perkotaan seperti hunian yang layak, pasokan listrik dan air bersih yang optimal dalam penyediaan kebutuhan masyarakat sehari-hari. Terlebih dalam penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti transportasi publik. Kondisi yang ada saat ini di banyak kota besar di Indonesia, keberadaan sarana transportasi publik seperti Buss Trans Jakarta dan BRT Semarang masih kurang diminati oleh masyarakat yang masih lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari. Hal tersebut karena penyediaan sarana transportasi publik tersebut yang diharapkan dapat memecahkan masalah kemacetan di perkotaan, tidak didukung dengan pelayanannya yang baik dan tidak aksesibel. Berdasarkan best practice yang diperoleh dari Singapura, penyediaan sarana transportasi publik haruslah aksesibel dan saling terintegrasi dengan pusat-pusat aktivitas yang ada selain perlunya peningkatan pelayanan dalan armada transportasi tersebut. Maka diharapkan perlu adanya perhatian lebih lanjut dari pemerintah khususnya dari dinas-dinas terkait untuk lebih memperhatikan kondisi sarana transpotasi publik di Indonesia demi meningkatkan kenyamanan masyarakat.

Selain itu, penyediaan sarana prasarana perkotaan seperti transportasi publik juga tetap harus mempertikan kebutuhan masyarakat difabel. Saat ini di Indonesia khususnya di Jakarta dan Sematang, ketersediaan Informasi dan aksesibilitas bagi kaum difabel masih sangat terbatas. Kepedulian untuk menerapkan aturan standar pelayanan publik untuk kaum difabel masih sangat rendah. Padahal, setidaknya harus ada fasilitas kemudahan di bandara, stasiun, dan terminal untuk penyandang disabilitas bahkan di jalan-jalan umum seperti pedestrian ways. Tidak adanya kepedulian dari pemerintah untuk membangun dan menyediakan akses khusus bagi kaum difabel justru menunjukkan tidak adanya penerapan konsep livable city. Kepedulian justru datang dari orang-orang yang notabene bukan bagian dari birokrat. Pemerintah seharusnya member perhatian lebih dengan memfasilitasi masyarakat difabel agar tidak lagi dianggap sebagai kaum minoritas dan dapat beraktivitas seperti masyarakat lainnya.

Swasta
Perlunya dilakukan kerjasama dengan sektor swasta dalam pengelolaan fasilitas umum dan fasilitas sosial perkotaan khususnya dalam pengelolaan sarana rekreasi. Fasilitas rekreasi merupakan salah satu komponen penting yang seharusnya disediakan pada suatu kota, berupa taman, playground, objek wisata, dan lain sebagainya, yang dapat diakses oleh berbagai jenis kelompok usia, mulai dari bayi, balita, anak-anak, hingga orang yang telah berusia lanjut. Tempat-tempat rekreasi yang saat ini ada di Jakarta maupun di Semarang perlu dikelola lebih baik lagi dengan kerjasama yang dilakukan dengan pihak swasta untuk lebih mendatangkan benefit bagi kedua belah pihak. Pengelolaan sarana rekreasi yang baik dengan ditunjang penyediaan sarana prasarana publik yang saling terintegrasi tentu akan menambah nilai jual perkotaan dan menjadi potensi tersendiri untul lebih menarik wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.

Masyarakat
Terwujudnya kenyamanan di Indonesia tidak hanya hasil usaha dari pemerintah dan swasta namun juga adanya dukungan dari masyarakat. Perlunya dukungan masyarakat untuk ikut mensukseskan proyek-proyek pembangunan yang ada menjadi kunci sukses pembangunan di Indonesia. Perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga keberlanjutan kota juga menjadi faktor pendukung terciptanya kenyamanan hidup di perkotaan. Sehingga peran masyarakay dalam bersosialisasi dan berinteraksi sangat diperlukan dalam peningkatan fungsi ekonomi, sosial, dan budaya di Indonesia.

*TULISAN DISALIN DARI LAPORAN TUGAS BESAR KKL SINGAPURA-MALAYSIA ANGKATAN 2007 TAHUN 2010

Tidak ada komentar: